The Ghost Named Emancipation

Hari ini tanggal 16 April 2012, yang berarti ga sampai seminggu lagi adalah hari Kartini. Tanggal 21 April menjadi hari yang wajib disyukuri tiap perempuan di Indonesia, karena berkat jasa wanita bersanggul yang bersahaja inilah hak-hak wanita Indonesia bisa ditegakkan.

Tapi apa sih emansipasi itu? Apa pula itu feminisme? Nah, biarpun udah berdekade lewat setelah masanya R.A. Kartini, banyak orang masih memperdebatkan sejauh mana hak-hak yang bisa diperoleh para wanita. Topik ini memang seperti pasal-pasal butut buatan DPR Republik Indonesia, seperti topik telur atau ayam yang duluan ada. Sama aja nggak ada habisnya.

And now I think I need to pinpoint some of my views about this issue..

Kita mulai dengan frase 'persamaan hak', suatu utopia yang hendak dicapai oleh manusia-manusia bernapas demokrasi di dunia ini. Prancis, sejak merdeka sampai sekarang, memiliki semboyan Liberte (kebebasan), Egalite (persamaan), dan Fraternite (persaudaraan). Ketiga semboyan ini kelihatannya begitu agung dan hebat untuk mengangkat nilai-nilai kemanusiaan, terutama setelah Prancis gagal dengan monarki absolutnya. Tapi kalau semboyan Egalite disorot, maka akan kelihatan celah besar yang menganga, karena bagaimana pun, antara satu manusia yang lain akan sulit untuk dipersamakan. Kaum kaya tidak mau disamakan dengan kaum miskin, kaum beragama tidak mau disamakan dengan para kafir. Lantas apa yang harus dipersamakan?

Masalah persamaan ini tidak hanya tentang ekonomi dan kelas-kelas sosial saja, tapi juga antara pria dan wanita, dua makhluk Tuhan yang konon paling sempurna dan sesuai citra-Nya.

Tapi kenapa perempuan-perempuan pada masa lalu diperlakukan sama seperti binatang yang berfungsi untuk melayani? Sebelum emansipasi dan feminisme diteriakkan, perempuan berfungsi utama sebagai media pemberi keturunan (kasarnya untuk ngelahirin anak doank) dan untuk memuaskan nafsu seks para lelaki. Selain itu, perempuan hanya bertugas menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang kurang 'mulia' untuk dilakukan oleh lelaki, misalnya memasak, membersihkan dapur dan rumah, mengurus anak, dan sebagainya ketika si lelaki pergi menghabiskan waktu untuk membahas masalah politik, untuk berkuda dan berburu, atau untuk memimpin masyarakat.Posisi wanita, nggak kurang, hanya setingkat pelayan. Pendapatnya sama sekali tidak didengar. Kedudukan dalam hukum pun lebih rendah dari lelaki, dengan keterbatasan untuk melakukan kontrak, dalam hal menerima warisan, dan lain sebagainya.

Lalu akhirnya, sebagai perlawanan terhadap perlakuan yang membatasi hak-hak wanita sebagai manusia inilah, timbul gerakan feminisme. Gerakan ini bisa dikatakan cukup sukses sekarang, terutama di negara-negara yang berlandaskan demokrasi. Untuk negara-negara seperti Arab Saudi dan keroco-keroconya, nggak usah dibahas dulu ya. :)

Sayangnya, sekarang ini, para wanita sering terjebak dalam situasi yang menyalahkan emansipasi itu sendiri. Misalnya dalam situasi bus sedang penuh sesak. Seorang pria sejati akan memberikan tempat duduknya kepada wanita secara sukarela. Namun sekarang, berapa banyak laki-laki, tua maupun muda, yang akan memberikan tempat duduknya kepada wanita di dalam bus yang penuh sesak? Nyatanya tidak banyak, dan mereka beralasan, "Katanya emansipasi? Hak pria dan wanita kan sama. Jadi saya sebagai pria juga berhak duduk dong."

(Menurut saya, cowok seperti contoh di atas ini, sepantasnya merasa malu, karena dia menurunkan kodratnya sendiri menjadi 'makhluk' lemah yang membutuhkan kursi..... )

Selain itu, terkadang ada hal-hal yang sebetulnya bertujuan baik, ingin mengangkat derajat wanita, namun tampaknya kurang tepat. Misalnya penerapan kuota minimal jumlah wakil rakyat perempuan yang duduk di DPR/MPR. Tentu maksudnya baik, mau melibatkan perempuan dalam perpolitikan yang selama ini didominasi oleh lelaki.

Masalah timbul ketika baik pria maupun wanita melupakan tentang kodratnya masing-masing. Seberapapun inginnya wanita menjadi pria, wanita tetaplah wanita, dan vice versa. Gerakan feminisme masa sekarang menurut saya terlalu keras, seakan-akan ingin menjadikan wanita sebagai pria. Sedangkan hal ini membuat banyak pria merasa peran berdasarkan gender telah terbalik, sehingga mereka tidak lagi antusias bertindak sesuai gendernya.

Nah, inilah yang menurut saya sudah melenceng dari emansipasi itu sendiri. Kalau kita ingat pada masa lalu, pria selalu mendapatkan semua yang enak-enak. Pekerjaan enak, gaji enak (karena lebih banyak), suara didengarkan, bisa memiliki istri lebih dari satu, bisa menjadi pemimpin, dan lain-lain. Sementara itu, kedudukan wanita selalu dinomorduakan. Selalu mendapat semua yang tidak enak, ditertawakan manakala mengemukakan pendapatnya (karena dianggap bodoh), tidak dipercaya untuk memimpin, dan lain-lain. Jadi tidak heran sebetulnya kalau wanita ingin agar hak mereka disamakan, agar baik pria maupun wanita bisa merasakan kenyamanan hidup dan penderitaan yang sama sebagai sesama manusia, bukan sebagai dua makhluk yang berbeda.

Bagaimanapun, wanita tetap manusia dengan kondisi fisik dan emosi yang berbeda dari pria. Ada hal-hal tertentu yang memang pada dasarnya haruslah dilakukan oleh pria, dan ada juga yang pada dasarnya harus dilakukan oleh wanita. Nggak bisa kalau dengan emansipasi, maka hal tersebut harus diubah. Karena emansipasi bagaimanapun adalah sebuah cara "mempersamakan hak", bukan suatu cara agar "wanita jadi pria, pria jadi wanita."

Tuhan sudah menciptakan manusia dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing, karena itu kita harus bersyukur dengan setiap keadaan yang sudah kita dapat dan saling melengkapi antara pria dan wanita.

Cheers~!

________________________________


*Tulisan dibuat untuk memperingati hari Kartini, 21 April 2012. Semoga semua wanita di dunia ini bisa berbahagia! You go, girls!*


3 p i e c e s . .:

nuel said...

Sorry sarcastic

Kalo soal yang di bus itu, gue rasa gak ada hubungannya yah sama emansipasi. Palagi gue ga merasa wanita itu lemah, Tiff. Setara kan?

Justru bagi gue, yang pantas dikasih tempat duduk di bus itu, yah cuma 3: wanita hamil, orang cacat, sama orang tua. Cuma itu.

Jadi kalau lu nganggepnya kayak gitu, berarti lu secara otomatis bilang kaum wanita lemah dong? Hehehe.... :P

No war, no offense..

Just my humble opinion

^^

sunflower said...

Yup, setuju sama nuel. selain itu jangan lupakan BUDAYA ANTRI, kalau laki-laki duduk di bus, itu karena dia sudah datang dulu, kalau pagi hari berarti dia bangun lebih pagi, apa anda tidak diajari BUDAYA ANTRI SIAPA DATANG DULUAN BERHAK MEMLIH YANG LEBIH BAIK. jadi sekali lagi saya tidak akan memberi tempat duduk selain untuk wanita HAMIL, lansia, gendong bayi dan orang cacat, jadi perempuan sehat gak usah manja. Kalau masih manja mau balik ke zaman dulu dimana cewek dianggap gak kuat untuk ke luar rumah jadi harus dipingi? gak mau kan, ya jangan lemah, taatilah budaya antri, DATANG BELAKANGAN BERDIRI SIAP BERDIRI SELAMA MASIH SEHAT.

sunflower said...

Yup, setuju bgt sama nuel. selain itu jangan lupakan BUDAYA ANTRI, kalau laki-laki duduk di bus, itu karena dia sudah datang dulu, kalau pagi hari berarti dia bangun lebih pagi, apa anda tidak diajari BUDAYA ANTRI SIAPA DATANG DULUAN BERHAK MEMLIH YANG LEBIH BAIK. jadi sekali lagi saya tidak akan memberi tempat duduk selain untuk wanita HAMIL, lansia, gendong bayi dan orang cacat, jadi perempuan sehat gak usah manja. Kalau masih manja mau balik ke zaman dulu dimana cewek dianggap gak kuat untuk ke luar rumah jadi harus dipingi? gak mau kan, ya jangan lemah, taatilah budaya antri, DATANG BELAKANGAN BERARTI SIAP BERDIRI SELAMA MASIH SEHAT.

what time . . . ?

. . a r c h i v e s . .

. . tweet-tweetan . .

. . t e a . . b r e a k . .


ShoutMix chat widget

Followers